Oleh: Osgar Karsena
Berasal dari tanaman yang menjadikan jamu sebagai racikan yang pahit,
tidaklah aneh. Bila mengerti mengapa racikan dari tanaman ini dapat menjadi
obat atau minuman kesehata, tidak sedikit orang yang berubah pikiran. Tidak
dapat dipungkiri, dari penelitian-penelitian yang ada jamu memang terbukti
menjadi racikan obat yang menyehatkan organ-organ manusia. Oleh karena itu
meminum jamu bukanlah tanpa alasan saat ini.
Racikan yang diberitakan telah ada sejak ratusan tahun yang lalu ini dipercaya rakyat kecil sebagai obat. Ketika raja-raja di Indonesia membiasakan minum jamu dan banyak bangsanya yang mengikuti “jejak” rajanya, maka jamu sudah dilestarikan menjadi warisan dunia. Racikan atau campuran antara tanaman satu dengan yang lain seperti: akar, daun, batang tanaman menjadi berkembang sesuai kekhususannya masing-masing. Misalnya jahe, yang menjadi andalan untuk menghilangkan rasa lelah. Dewasa ini jamu telah sering diteliti meskipun saat meracik bukanlah ilmuan. Ternyata jamu merupakan bahan herbal atau asli berasal dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang memang tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia. Seperti contohnya IPB (Institut Pertanian Bogor) yang telah menjadi salah satu pelopor meminum jamu. Dengan dibantu peralatan yang kian canggih, penelitian dengan lebih mudah menemukan tanaman-tanaman lainya dengan fungsi untuk menyehatkan tubuh manusia.
Men sana in corpora sano, ketika sel-sel di dalam tubuh manusia menjadi
sehat maka fungsi organ yang lainnya menjadi sehat, sehingga manusia dapat berkativitas
dengan fit. Begitulah kira-kira
bagaimana jamu yang telah diseduh dan siap disantap yang dicerna oleh tubuh
manusia. Kini telah banyak minuman “sehat” lain yang diproduksi lebih banyak
dari jamu, pedahal merupakan campuran dengan bahan kimia lainnya dan pastinya
dibuat manis. Terbiasanya masyarakat modern ini mengonsumsi minuman yang cepat
saji dan rasa yang manis, membuat masyarakat sulit menerima tantangan
tersendiri untuk meminum jamu. Namun demikian, tidak sedikit orang-orang yang
mulai berubah pola pikirnya. Dengan bantuan teknologi berupa internet,
informasi mengenai jamu dapat lebih mudah diakses. Orang-orang yang mengerti
khasiat dari jamu ini mulai mencoba-coba meminum jamu, meskipun rasanya pahit.
Tapi banyak penjual jamu juga yang menyediakan pemanis alami seperti gula pasir
dan madu. Campuran pemanis alami tersebut tidak membuat khasiat pada jamu
hilang, malahan menambah nilai gizinya.
Daftar Pustaka:
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection
http://biofarmaka.ipb.ac.id/publication/journal
http://biofarmaka.ipb.ac.id/publication/journal